Dampak teknologi bagi kehidupan manusia sangatlah banyak, contohnya adalah internet.
Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon ( baik kabel maupun gelombang elektromagnetik). Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet. Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringan internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet.
Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak positif maupun negatif dari penggunaan internet.
> Dampak positifnya :
1.internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia.
2.Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat.
> Dampak negatifnya :
1. Kepribadian terhimpit, karena pengaruh informasi yang sifatnya global maka manusia cenderung menjadi manusia yang terpengaruh oleh isue-isue global, sementara kultur, nilai-nilai lokal menjadi semakin terkikis.
2. Di bidang kriminalitas, bahwa ada korelasi positif antara bermain permainan komputer dengan tingkat kejahatan di kalangan anak muda, khususnya permainan komputer yang banyak memuat unsur kekerasan dan pembunuhan.
3. Banyaknya situs-situs porno yang sangat mudah diakses oleh seorang anak" yang berumur kurang dari 17th.
LOGIN
Login Form
!doctype>Sabtu, 02 Januari 2010
PERBEDAAN MASYARAKAT DESA DAN KOTA
Masyarakat modern, sering Membedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
1).Perilaku homogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
3).Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
4).Isolasi sosial, sehingga statik
5).Kesatuan dan keutuhan kultural
6).Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7). Kolektivisme
Masyarakat Kota:
1). Perilaku heterogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
3).Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4).Mobilitassosial,sehingga dinamik
5).Kebauran dan diversifikasi kultural
6).Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular
7).Individualisme
Masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan . Ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja . Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Pada masyarakat pedasaan, adat dari desa, dijunjung tinggi, tidak seperti diperkotaan, ( diterbitkan by hananto pribadi )
Masyarakat Pedesaan
1).Perilaku homogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
3).Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
4).Isolasi sosial, sehingga statik
5).Kesatuan dan keutuhan kultural
6).Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7). Kolektivisme
Masyarakat Kota:
1). Perilaku heterogen
2).Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
3).Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4).Mobilitassosial,sehingga dinamik
5).Kebauran dan diversifikasi kultural
6).Birokrasi fungsional dan nilai-nilaisekular
7).Individualisme
Masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan . Ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja . Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Pada masyarakat pedasaan, adat dari desa, dijunjung tinggi, tidak seperti diperkotaan, ( diterbitkan by hananto pribadi )
ARTIKEL SOSIAL MASYARAKAT TENTANG LARANGAN MEROKOK
Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan pula serangan teroris; tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melansir kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum. Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi lebih karena hukumannya yang setinggi langit, Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan. Keterkejutan publik, secara sosiologis layak dipahami. Alasannya, hingga detik ini, bahaya rokok di Indonesia masih menjadi "isu pinggiran". Pemerintah, dan bahkan tokoh masyarakat (seperti ulama) juga masih setali tiga uang. Paling banter ulama di Indonesia hanya memberikan fatwa merokok makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam; yang memfatwakan bahwa merokok haram hukumnya. Ulama terkenal Syeikh Yusus Qordhowi termasuk ulama yang mengharamkan merokok (baca Fatwa-Fatwa Kontemporer). Mungkin masyarakat sudah mengerti bahayanya, karena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan ganguan kehamilan dan janin.
Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin. Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO mencanangkan program "Kawasan Tanpa Rokok" (KTR) di tempat-tempat umum. Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht. Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan) hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok? Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP
tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda). Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya, Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC!
FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap Pemerintah bahkan "dibimbing" untuk menanggulangi dampak tembakau secara elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling). Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survey Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya
untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untuk kesehatan, pangan, atau pendidikan. Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan, tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sector pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka.
sumber: (Majalah Tarbawi, Edisi 104 Th. 7/Shafar 1426H/17 Maret 2005)
Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin. Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO mencanangkan program "Kawasan Tanpa Rokok" (KTR) di tempat-tempat umum. Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht. Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan) hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok? Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP
tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda). Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya, Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC!
FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap Pemerintah bahkan "dibimbing" untuk menanggulangi dampak tembakau secara elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling). Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survey Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya
untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untuk kesehatan, pangan, atau pendidikan. Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan, tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sector pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka.
sumber: (Majalah Tarbawi, Edisi 104 Th. 7/Shafar 1426H/17 Maret 2005)
Langganan:
Postingan (Atom)